Patah Hati? Ah, Cinta Itu kan Lucu!

0 komentar


Maka sesungguhnya hati yang patah dan retak itu adalah karena mereka terlalu kaku dan keras. Ketahuilah, sesuatu yang lentur dan lembut itu tak akan terpatahkan, tak akan terkalahkan”.

Dengan cerdas sabda komen itu dibalas dengan titah: “Maka barangsiapa yang tidak kaku dan keras, tidak akan ada keasyikan sejati (yang bisa didapat) darinya.”

*****

Kalau mau melatih persepsi, cinta barangkali objek atau media berlatih yang sangat komplit. Sejatinya, cinta adalah energi positif dan bersifat membangun, membebaskan. Tapi bila salah menggunakan metode pendekatan, dia bisa begitu rumit dan negatif.

Mencintai berarti (siap) menderita. Nah, menghindari derita itu, sebaiknya janganlah mencintai. Masalahnya, seseorang akan menderita tanpa cinta. Bah! Bagaimana ini, mencintai menderita, tak mencintai pun menderita. Menderita ya menderita. Tapi untuk bahagia mestilah mencintai, mencintai untuk kemudian menderita. Dan penderitaan akan membuat seseorang tak bahagia. Jadinya, biar jangan bahagia, seseorang mesti mencintai, kecuali dia memang mencintai derita, atau bisa bahagia karena terlalu menderita atau sebaliknya, menderita karena terlalu bahagia. Nggak ngerti kan? Sama!

Sederhananya, bisa sederhana dibuat rumit, penyakit penulis pemula!–cinta jika difokuskan ke satu titik, memang akan menjadi penyakit. Ia harus disebar ke segala arah, sebagian tertelan, lenyap seperti kerlip lilin direnggut pekat malam, tetapi sebagian lagi, betapapun redupnya, pasti akan terpantulkan kembali padamu, membuatmu ada.

Jangan dekati cinta dengan logika. Bikin capek. Kepada siapa kita mesti menuntut ganti rugi akibat dari jatuh cinta? Gravitasi bumi pun tak bertanggung jawab untuk itu. Tapi bukan pula berarti cinta tak ada ilmiah-ilmiahnya. Cinta itu konon sejenis reaksi kimia, itulah sebabnya pasangan kita kadang memperlakukan kita seperti senyawa berbahaya.

Seenaknya orang juga bilang cinta itu buta. Kalau bener, pakaian dalam kok makin laris aja? Dia justru sangat kasat mata, tak bisa disembunyikan, persis seperti pilek atau panu yang mekar di jidat. (Waduh, ngga tau diri banget dia ya cari tempat).

Tapi memang cinta bisa sembarangan juga. Umumnya kita jatuh cinta pada orang yang tak sungguh kita kenal. Karena jika kita sudah sungguh mengenalnya, kita bakal mengajukan gugatan cerai.

Tapi menikahlah. Paling tidak, kamu bakal tahu, siapa orang yang mestinya paling kamu hindari di muka bumi. Dan kalau seseorang berhasil merebutnya darimu, jangan marah. Justru bersyukurlah. Tak ada cara balas dendam yang paling efektif, selain membiarkannya membawa orang yang memang tak pantas dicintai itu.

Dan dalam kesendiriananmu itu, jangan iri melihat seorang lelaki yang dengan gentle membukakan pintu mobil untuk istrinya. Salah satunya pasti baru: mobilnya atau istrinya, atau mungkin dua-duanya.

Jangan diambil hati celoteh ngawur ini. Aku cuma mau nunjukin, lewat ngutip sana-sini, membangun hubungan itu satu hal, mencintai itu hal yang lain. Be free, be happy. Jangan terlalu keras pada diri sendiri.

Menyerah, tak selalu berarti kau lemah. Bisa juga itu sebuah bukti, kau cukup kuat untuk membiarkannya pergi, karena seperti kaca, kadang lebih baik membiarkannya retak dan pecah, daripada memaksakannya menyatu lagi. Kau bisa luka. Dan sebuah luka baru, celakanya, akan menebar perih ke luka lama yang sebelumnya sudah mulai kau lupakan.

Toh dengan jendela yang kacanya pecah pun, seperti syair lagu Iwan Fals, kau akan tetap bisa memandang indahnya dunia, dan kembali jatuh cinta.

Lagian, aku kan masih di sini…

hehehe....!